Translate

Jumat, 23 September 2016

TRANSFER PRICING

PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang

Perkembangan ekonomi yang terjadi pada saat ini, memberikan suatu pengaruh yang
besar bagi pola bisnis dan sikap para pelaku bisnis. Investasi yang semakin aktif dilakukan
oleh para investor, terlebih-lebih oleh para investor asing yang telah mengakibatkan terjadinya
transaksi-transaksi yang bersifat internasional (cross border transaction).
Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai kebijakan harga
yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi/departemen di dalam suatu
perusahaan dengan  tujuan  untuk mengukur kinerja dari masing-masing divisi/departemen
tersebut.   Seiring   dengan   perkembangan   zaman,   perusahaan   multinasional   yang   biasanya
menerapkan  desentralisasi  operasi   dengan   cara   membagi  perusahaannya   atas   pusat-pusat
pertanggungjawaban baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan
transfer   pricing  sebagai   alat   untuk   menghindari   atau   menggelapkan   pajak   dengan   cara
meminimalkan  beban  pajak  yang  harus  ditanggung  perusahaan.   Melalui  praktik  transfer
pricing, upaya meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan
serta biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada
perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda.
Masalah pengalokasian penghasilan dan  biaya  perusahaan multinasional ini  harus
diatur   dengan   baik   dan   jelas   oleh   masing-masing   negara   yang   terlibat   dalam   transaksi
internasional. Pengaturan yang baik dan jelas diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi
tindakan-tindakan manipulasi pajak melalui transfer pricing yang sering dilakukan perusahaan
multinasional untuk melakukan penghindaran/penggelapan pajak.












B.     Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari transfer pricing
2. Apa tujuan penetapan transfer pricing
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan transfer pricing (harga transfer)
4. Apa metode yang digunakan dalam penentuan transfer pricing


PEMBAHASAN

A.     Pengertian Transfer Pricing

Transfer Pricing  menurut Simamora dalam Salsalina (2012), didefinisikan sebagai
nilai atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat
pendapatan   divisi   penjual   (selling   division)   dan   biaya   divisi   pembeli   (buying   division).
Transfer   pricing  juga   disebut   dengan  intracompany   pricing,   intercorporate   pricing, interdivisional  atau  internal   pricing  yang   merupakan   harga   yang   diperhitungkan   untuk
keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota.
Menurut Gunadi (2007)  Transfer pricing  merupakan jumlah harga atas penyerahan
barang atau imbalan atas penyerahan jasa yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak dalam
transaksi bisnis finansial maupun transaksi lainnya.
Sedangkan  Suryana (2012) mendefinisikan  transfer pricing  adalah transaksi barang
dan jasa antara beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak wajar,
bisa   dengan   menaikkan   (mark   up)   atau   menurunkan   harga   (mark   down),   kebanyakan
dilakukan   oleh   perusahaan   global   (multinational   enterprise).   Yang   dimaksud   dengan
perusahaan multinasional adalah perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara di
bawah pengendalian satu pihak tertentu.
            Transfer pricing dapat terjadi dalam satu grup perusahaan dan antar perusahaan yang
terikat dalam  hubungan  istimewa.  Dalam suatu grup  perusahaan,  transfer  pricing  sering
disebut dengan istilah intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional pricing,
dan  internal pricing.  Istilah tersebut menunjukkan bahwa pengaturan harga tersebut tidak
sebatas kepada pengaturan harga antar-perusahaan dalam satu grup perusahaan saja, tetapi
dapat pula terjadi pengaturan harga antara-divisi pada satu perusahaan.
Pengertian transfer pricing sebagai harga yang ditimbulkan akibat penyerahan barang,
jasa dan harta tak berwujud, seperti yang telah disebutkan di atas merupakan pengertian yang
netral. Akan tetapi, istilah transfer pricing sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak
baik (abuse of transfer pricing),  yaitu pengalihan atas penghasilan kena pajak (taxation
income) dari suatu perusahaan multi-nasional ke negara-negara yang tarif pajaknya rendah
dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak dari grup perusahaan nasional tersebut.
Adapun   pengertian  transfer   pricing   manipulation  sendiri   diartikan   sebagai   suatu
kegiatan   untuk   memperbesar   biaya   atau   merendahkan   tagihan   yang   bertujuan   untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang. Dengan demikian, manipulasi transfer pricing dapat
dilakukan dengan cara memperbesar biaya atau memperkecil penjualan melalui mekanisme
harga transfer dengan tujuan untuk mengurangi pembayaran pajak.  Sehingga, manipulasi
transfer pricing  terjadi dengan cara menetapkan harga transfer menjadi “terlalu besar atau
terlalu kecil” dengan maksud untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Karena dengan
memperkecil jumlah pajak yang terutang, keuntungan yang diterima oleh perusahaan multi-
nasional akan semakin besar.
Jadi diambil dapat diambil kesimpulan Transfer pricing adalah mekanisme penetapan
harga yang tidak wajar atas transaksi penyediaan barang atau penyerahan jasa oleh pihak-
pihak   yang   memiliki   hubungan   istimewa   (related   parties).  Transfer   pricing  biasanya
dilakukan perusahaan-perusahaan multinasional. Dengan praktik yang tidak sehat tersebut,
mengakibatkan hilangnya potensi pajak yang seharusnya diterima negara Inilah sebabnya,
kegiatan yang bersifat manipulatif ini sering dikaitkan dengan kerugian Negara.

B.     Tujuan Penetapan Transfer Pricing

Tujuan penetapan  harga transfer  adalah  untuk mentransmisikan  data keuangan  di
antara   departemen-departemen   atau   divisi-divisi   perusahaan   pada   waktu   mereka   saling
menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu transfer pricing terkadang digunakan
untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli
menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Menurut   Horngren,   Datar   dan   Foster   penetapan   harga   transfer   (transfer   pricing)
seharusnya membantu mencapai strategi dan tujuan perusahaan dan sesuai dengan struktur
organisasi perusahaan. Secara khusus,  transfer pricing  seharusnya mendukung kesesuaian
tujuan   dan   tingkat   usaha   manajemen   puncak.   Subunit   yang   menjual   produk   atau   jasa
seharusnya dimotivasi untuk menurunkan biaya mereka; subunit yang membeli produk atau
jasa seharusnya dimotivasi untuk memperoleh dan menggunakan input secara efisien.
Transfer Pricing seharusnya juga membantu manajemen puncak mengevaluasi kinerja
dari subunit individual dan manajer mereka. Jika manajemen puncak mendukung tingkat
desentralisasi yang tinggi, harga transfer seharusnya mendukung tingkat otonomi subunit yang
tinggi dalam pengambilan keputusan. Ini berarti manajer subunit yang ingin memaksimalkan
laba operasi dari sub unitnya seharusnya memiliki kebebasan untuk melakukan transaksi
dengan subunit lain dari perusahaan (atas dasar harga transfer) atau untuk melakukan transaksi
dengan pihak eksternal.
Berdasarkan   jangkauan   teritorial   operasi   perusahaan,  transfer   pricing  juga  dapat
dikelompokkan dalam transfer pricing domestik dan transfer pricing multinasional. Transfer
pricing domestik adalah harga transfer barang atau jasa antar badan satu grup perusahaan atau
antardivisi dalam satu perusahaan dalam satu wilayah kedaulatan negara, sedang  transfer
pricing  multinasional berkenaan dengan transaksi antardivisi dalam satu unit hukum atau
antarunit hukum dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai wilayah kedaulatan
negara.

Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam rangka aplikasi transfer pricing, baik bagi
perusahaan domestik maupun bagi perusahaan multinasional, adalah antara lain:
1. Evaluasi Kinerja (mengukur hasil operasi setiap unit)
2. Motivasi Manajemen (penyusunan orientasi produksi dan laba pada semua unit)
3. Pengendalian harga untuk lebih merefleksikan  “Cost”  dan  “margin”  yang seharusnya
diterima dari langganan dan penetapan harga optimal.
4. Pengendalian pasar untuk mengamankan posisi kompetitif perusahaan.

Kebijakan aplikasi transfer pricing multinasional bertujuan:
1. Memaksimalkan penghasilan global
2. Mengamankan posisi kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi pasar.
3. Mengevaluasi kinerja anak/ cabang perusahaan mancanegara.
4. Menghindarkan pengendalian devisa.
5. Mengontrol kredibilitas asosiasi.
6. Mengurangi resiko moneter
7. Mengatur arus kas anak/cabang perusahaan yang memadai,
8. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat
9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk
10. Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah



C. Faktor-faktor   Yang   Mempengaruhi   Penetapan  Transfer   Pricing

Penetapan harga transfer merupakan sumber yang cukup baru.  Ketika perusahaan
berkembang secara internasional, masalah penetapan harga pengiriman langsung menjadi
masalah yang lebih serius. Diperkirakan bahwa 60% dari semua perdagangan internasional
terdiri atas pengiriman antar entitas-entitas bisnis yang terkait. Transaksi antar negara juga
menghadapkan   perusahaan   multinasional   pada   pengaruh-pengaruh   lingkungan   yang
menciptakan   dan   menghancurkan   peluang   untuk   meningkatkan   keuntungan   perusahaan
dengan   penetapan   harga   pengiriman.   Berikut   adalah   faktor-faktor   yang   mempengaruhi
perusahaan dengan penetapan harga transfer:

1. Pertimbangan-pertimbangan pajak
Jika tidak ditiadakan oleh undang-undang, keuntungan perusahaan bisa ditingkatkan
dengan  menetapkan   harga  pengiriman  untuk   memindahkan keuntungan   dari  anak
perusahaan yang berlokasi di negara-negara berpajak tinggi ke anak perusahaan yang
berlokasi di negara-negara berpajak rendah.

2. Perhitungan tarif
Tarif barang-barang impor juga mempengaruhi kebijakan penetapan harga transfer
perusahaan   multinasional.   Sebagai   contoh   sebuah   perusahaan   mengekspor   barang
kepada cabang perusahaannya yang berdomisili disebuah negara bertarif tinggi bisa
mengurangi tarifnya dengan menekan harga barang dagangan yang dikirim kesana.
Sebagai   tambahan   untuk   semua   kaitan   ini,   perusahaan   multinasional   harus
memperhitungkan   biaya   dan   keuntungan   tambahan,   ekternal   dan   internal.   Secara
ekternal,  MNC memiliki otoritas  perpajakan  yang bertentangan dengan kebiasaan
resmi negara-negara impor dan administrator pajak penghasilan dari negara ekspor dan
impor. Tarif yang lebih tinggi dibayar oleh importer yang menurunkan pajak dasar
untuk pajak penghasilan. Secara internal, perusahaan harus mengevaluasi keuntungan
dari pajak penghasilan yang lebih rendah (lebih tinggi) di negara impor terhadap
kegiatan impor yang lebih tinggi  (lebih rendah), sebagaimana  besar (kecil) pajak
penghasilan yang dibayarkan oleh perusahaan dinegara ekspor.

3. Faktor-faktor kompetitif
Untuk memfasilitasi pendirian cabang perusahaan diluar negeri, perusahaan induk bisa
mendukung   cabang   perusahaan   dengan   memakai   faktur   pada   harga   yang   sangat
rendah. Semua harga cabang perusahaan ini bisa dihilangkan secara berkala ketika
cabang perusahaan memperkuat posisinya dipasar luar negeri. Sama halnya, harga
transfer yang rendah bisa digunakan untuk membentengi usaha yang ada dari dampak
persaingan   asing   dipasar   local   atau   pasar   lainnya   dengan   kata   lain   profit   yang
diperoleh   dari   suatu   negara   dapat   menyokong   penetrasi   kepasar   lain.   Dampak
persaingan secara tidak langsung juga dapat terjadi. Untuk memperbaiki akses cabang
perusahaan luar negeri dengan pasar modal, ketetapan harga transfer rendah untuk
input   dan   ketetapan   harga   transfer   tinggi   untuk   output   bisa   menyokong   laporan
pendapatan dan posisi keuangannya. Kadang-kadang, harga transfer dapat digunakan
untuk melemahkan cabang perusahaan pesaing.

4. Resiko lingkungan
Mengingat   perhitungan   persaingan   diluar   negeri   mungkin   menuntut   beban   biaya
transfer yang rendah untuk cabang perusahaan diluar negeri, resiko dari inflasi harga
tinggi mungkin sebaliknya. Inflasi mengikis daya beli kas perusahaan. Harga transfer
barang   yang   lebih   tinggi   untuk   barang   atau   jasa   membuat   cabang   perusahaan
berhadapan dengan inflasi tinggi yang bisa menghanguskan semua kas yang ada dari
cabang perusahaan.

5. Perhitungan Penilaian Performa
Kebijakan penetapan harga juga dipengaruhi oleh dampak mereka dalam tindakan
managerial dan sering menjadi penentu utama performa perusahaan. Sebagai contoh,
jika misi cabang perusahaan luar negeri adalah untuk menyediakan persediaan untuk
sistem perusahaan yang tersisa, harga transfer yang tepat memungkinkan manajemen
perusahaan   memberikan   cabang   perusahaan   sebuah   arus   pendapatan   yang   dapat
digunakan dalam perbandingan performa. Akan tetapi, hal ini sulit bagi perusahaan
terdesentralisasi   untuk   menetapkan   harga   transfer   antar   perusahaan   yang   (1)
mendorong manager untuk mengambil keputusan yang memaksimalkan keuntungan
dan sesuai dengan target umum perusahaan dan (2) member dasar yang cukup untuk
menilai performa manager dan perusahaan.

6. Kontribusi akuntansi
Manajemen akuntan bisa berperan signifikan dalam mengukur sasaran dalam strategi
penetapan   harga   transfer.   Rintangannya   adalah   menjaga   perspektif   global   ketika
memetakan   keuntungan   dan   biaya   yang   sesuai  dengan   keputusan   harga   transfer.
Pertama yang terjadi adalah dampaknya pada keputusan dalam sistem perusahaan.
Mengukur sejumlah kesepakatan adalah sulit karena pengaruh lingkungan yang harus
diperhitungkan secara kelompok, tidak secara individu.

D. Metode Penentuan Transfer Pricing
Menurut Salsalina (2012) ada beberapa metode dalam penentuan  transfer pricing
antara lain:

1. Comparable Uncontrolled Price Method (CUPM)
Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled
price) atau disingkat CUPM adalah metode penentuan harga transfer yang dilakukan
dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa dalam kondisi atau keadaan
yang sebanding. Kondisi yang tepat untuk menggunakan CUPM ini adalah :
• Barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam kondisi
yang sebanding; atau
• Kondisi transaksi  yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik atau
memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang
akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.
Apabila tak ada kondisi di atas yang sesuai, maka CUPM tidak dapat digunakan dan
Wajib Pajak harus menggunakan metode lainnya yang sesuai.

2. Cost-Plus Method (CPM)
Harga pasar  wajar ditentukan  dengan menambahkan  tingkat  laba kotor wajar yang
diperoleh yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi
sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa pada harga pokok
penjualan yang telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Kondisi
yang tepat untuk menggunakan CPM adalah:
• Barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
• Terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement)
atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
• Bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
Apabila tak ada kondisi di atas yang sesuai, maka metode CPM tidak dapat digunakan
dan Wajib Pajak harus menggunakan metode lainnya yang sesuai.

3. Resale Price Method (RPM)
Metode harga  penjualan kembali (resale price method) atau disingkat RPM adalah
metode penentuan harga transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam
transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar,
yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut
kepada pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa atau penjualan kembali
produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.
Kondisi yang tepat untuk menggunakan metode ini adalah :
• Tingkat   kesebandingan   yang   tinggi   antara   transaksi   antara   Wajib   Pajak   yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasil
analisis fungsi, meskipun barang/jasa yang diperjualbelikan berbeda dan
•  Pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas
barang atau jasa yang diperjualbelikan.
2. Metode Transactional Profit:
1. Profit Split
• Metode ini digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.
•   Laba   dari   transaksi   antara   pihak-pihak   yang   memiliki   hubungan   istimewa   dapat
diketahui   dengan   cara   melakukan   analisis   fungsi   atas   kegiatan   usaha   yang
dilakukannya.
2. Transactional Net Margin Method (TNMM)
• Metode ini juga digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.
• Membandingkan laba bersih dengan Harga Pokok Penjualan (HPP), Penjualan atau
aktiva yang dipergunakan untuk menghasilkan laba bersih tersebut, setelah itu laba
bersih atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
3. Metode Lainnya: OECD Guidelines tidak memperkenankan metode lainnya untuk
menentukan harga pasar wajar karena metode ini tidak mencerminkan harga pasar wajar yang
sesungguhnya. Metode ini terdiri dari global split method dan juga formulary apportionment
method.


KESIMPULAN

1. Transfer Pricing  didefinisikan sebagai harga yang ditentukan oleh satu bagian dari
sebuah organisasi atas penyerahan barang atau jasa yang dilakukannya kepada bagian
lain dari organisasi yang sama. Transfer pricing dapat juga diartikan sebagai nilai atau
harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat
pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division).
Dilihat   dari   aspek   perpajakan,   pengertian  transfer   pricing  adalah   harga   yang
dibebankan   oleh   suatu   perusahaan   atas   barang,   jasa,   harta   tak   berwujud   kepada
perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.

2. Tujuan penetapan  harga transfer  adalah  untuk mentransmisikan  data keuangan  di
antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling
menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu  transfer pricing  terkadang                digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual
dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan
secara   keseluruhan.   Namun   dalam   praktik,   seringkali   ditemukan   transaksi   antar
anggota perusahaan multinasional yang tidak luput dari rekayasa transfer pricing.

3. Untuk mencegah praktik penghindaran pajak karena penentuan harga tidak wajar (non
arm's length price), maka Dirjen Pajak menetapkan pedoman penentuan harga transfer
yang membahas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length
principles) terkait transaksi antara wajib pajak dengan pihak yang memiliki hubungan
istimewa. Aturan ini mengharuskan wajib pajak untuk menggunakan nilai pasar wajar
dalam bertransaksi dengan pihak berelasi (related parties).








Tidak ada komentar:

Posting Komentar