PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan
ekonomi yang terjadi pada saat ini, memberikan suatu pengaruh yang
besar
bagi pola bisnis dan sikap para pelaku bisnis. Investasi yang semakin aktif
dilakukan
oleh
para investor, terlebih-lebih oleh para investor asing yang telah mengakibatkan
terjadinya
transaksi-transaksi
yang bersifat internasional (cross border transaction).
Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen
sebagai kebijakan harga
yang
diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi/departemen di dalam
suatu
perusahaan
dengan tujuan untuk mengukur kinerja dari masing-masing
divisi/departemen
tersebut. Seiring
dengan perkembangan zaman,
perusahaan multinasional yang
biasanya
menerapkan desentralisasi operasi
dengan cara membagi
perusahaannya atas pusat-pusat
pertanggungjawaban
baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan
transfer pricing
sebagai alat untuk
menghindari atau menggelapkan pajak
dengan cara
meminimalkan beban
pajak yang harus
ditanggung perusahaan. Melalui
praktik transfer
pricing,
upaya meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan
serta
biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara
kepada
perusahaan
di negara lain yang tarif pajaknya berbeda.
Masalah pengalokasian penghasilan dan biaya
perusahaan multinasional ini
harus
diatur dengan
baik dan jelas
oleh masing-masing negara
yang terlibat dalam
transaksi
internasional.
Pengaturan yang baik dan jelas diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi
tindakan-tindakan
manipulasi pajak melalui transfer pricing yang sering dilakukan perusahaan
multinasional
untuk melakukan penghindaran/penggelapan pajak.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari transfer pricing
2.
Apa tujuan penetapan transfer pricing
3.
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan transfer pricing (harga transfer)
4.
Apa metode yang digunakan dalam penentuan transfer pricing
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Transfer Pricing
Transfer Pricing
menurut Simamora dalam Salsalina (2012), didefinisikan sebagai
nilai
atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk
mencatat
pendapatan divisi
penjual (selling division)
dan biaya divisi
pembeli (buying division).
Transfer pricing
juga disebut dengan
intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional atau
internal pricing yang
merupakan harga yang
diperhitungkan untuk
keperluan
pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota.
Menurut
Gunadi (2007) Transfer pricing merupakan jumlah harga atas penyerahan
barang
atau imbalan atas penyerahan jasa yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak
dalam
transaksi
bisnis finansial maupun transaksi lainnya.
Sedangkan Suryana (2012) mendefinisikan transfer pricing adalah transaksi barang
dan
jasa antara beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak
wajar,
bisa dengan
menaikkan (mark up)
atau menurunkan harga
(mark down), kebanyakan
dilakukan oleh
perusahaan global (multinational enterprise). Yang
dimaksud dengan
perusahaan
multinasional adalah perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara di
bawah
pengendalian satu pihak tertentu.
Transfer
pricing dapat terjadi dalam satu grup perusahaan dan antar perusahaan yang
terikat
dalam hubungan istimewa.
Dalam suatu grup perusahaan, transfer
pricing sering
disebut
dengan istilah intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional
pricing,
dan internal pricing. Istilah tersebut menunjukkan bahwa pengaturan
harga tersebut tidak
sebatas
kepada pengaturan harga antar-perusahaan dalam satu grup perusahaan saja,
tetapi
dapat
pula terjadi pengaturan harga antara-divisi pada satu perusahaan.
Pengertian
transfer pricing sebagai harga yang ditimbulkan akibat penyerahan barang,
jasa
dan harta tak berwujud, seperti yang telah disebutkan di atas merupakan
pengertian yang
netral.
Akan tetapi, istilah transfer pricing sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang
tidak
baik
(abuse of transfer pricing), yaitu
pengalihan atas penghasilan kena pajak (taxation
income)
dari suatu perusahaan multi-nasional ke negara-negara yang tarif pajaknya rendah
dalam
rangka untuk mengurangi total beban pajak dari grup perusahaan nasional
tersebut.
Adapun pengertian
transfer pricing manipulation
sendiri diartikan sebagai
suatu
kegiatan untuk
memperbesar biaya atau
merendahkan tagihan yang
bertujuan untuk
memperkecil
jumlah pajak yang terutang. Dengan demikian, manipulasi transfer pricing dapat
dilakukan
dengan cara memperbesar biaya atau memperkecil penjualan melalui mekanisme
harga
transfer dengan tujuan untuk mengurangi pembayaran pajak. Sehingga, manipulasi
transfer pricing terjadi dengan cara menetapkan harga transfer
menjadi “terlalu besar atau
terlalu
kecil” dengan maksud untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Karena
dengan
memperkecil
jumlah pajak yang terutang, keuntungan yang diterima oleh perusahaan multi-
nasional
akan semakin besar.
Jadi diambil dapat diambil kesimpulan Transfer pricing
adalah mekanisme penetapan
harga
yang tidak wajar atas transaksi penyediaan barang atau penyerahan jasa oleh
pihak-
pihak
yang
memiliki hubungan istimewa
(related parties). Transfer
pricing biasanya
dilakukan
perusahaan-perusahaan multinasional. Dengan praktik yang tidak sehat tersebut,
mengakibatkan
hilangnya potensi pajak yang seharusnya diterima negara Inilah sebabnya,
kegiatan
yang bersifat manipulatif ini sering dikaitkan dengan kerugian Negara.
B.
Tujuan Penetapan Transfer Pricing
Tujuan
penetapan harga transfer adalah
untuk mentransmisikan data
keuangan di
antara departemen-departemen atau
divisi-divisi perusahaan pada
waktu mereka saling
menggunakan
barang dan jasa satu sama lain. Selain itu transfer pricing terkadang digunakan
untuk
mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi
pembeli
menuju
keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Horngren,
Datar dan Foster
penetapan harga transfer
(transfer pricing)
seharusnya
membantu mencapai strategi dan tujuan perusahaan dan sesuai dengan struktur
organisasi
perusahaan. Secara khusus, transfer
pricing seharusnya mendukung kesesuaian
tujuan dan
tingkat usaha manajemen
puncak. Subunit yang
menjual produk atau
jasa
seharusnya
dimotivasi untuk menurunkan biaya mereka; subunit yang membeli produk atau
jasa
seharusnya dimotivasi untuk memperoleh dan menggunakan input secara efisien.
Transfer Pricing seharusnya juga membantu manajemen puncak
mengevaluasi kinerja
dari
subunit individual dan manajer mereka. Jika manajemen puncak mendukung tingkat
desentralisasi
yang tinggi, harga transfer seharusnya mendukung tingkat otonomi subunit yang
tinggi
dalam pengambilan keputusan. Ini berarti manajer subunit yang ingin
memaksimalkan
laba
operasi dari sub unitnya seharusnya memiliki kebebasan untuk melakukan
transaksi
dengan
subunit lain dari perusahaan (atas dasar harga transfer) atau untuk melakukan
transaksi
dengan
pihak eksternal.
Berdasarkan
jangkauan teritorial operasi
perusahaan, transfer pricing
juga dapat
dikelompokkan
dalam transfer pricing domestik dan transfer pricing multinasional. Transfer
pricing
domestik adalah harga transfer barang atau jasa antar badan satu grup
perusahaan atau
antardivisi
dalam satu perusahaan dalam satu wilayah kedaulatan negara, sedang transfer
pricing multinasional berkenaan dengan transaksi
antardivisi dalam satu unit hukum atau
antarunit
hukum dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai wilayah kedaulatan
negara.
Beberapa
tujuan yang ingin dicapai dalam rangka aplikasi transfer pricing, baik bagi
perusahaan
domestik maupun bagi perusahaan multinasional, adalah antara lain:
1.
Evaluasi Kinerja (mengukur hasil operasi setiap unit)
2.
Motivasi Manajemen (penyusunan orientasi produksi dan laba pada semua unit)
3.
Pengendalian harga untuk lebih merefleksikan
“Cost” dan “margin”
yang seharusnya
diterima
dari langganan dan penetapan harga optimal.
4.
Pengendalian pasar untuk mengamankan posisi kompetitif perusahaan.
Kebijakan
aplikasi transfer pricing multinasional bertujuan:
1.
Memaksimalkan penghasilan global
2.
Mengamankan posisi kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi pasar.
3.
Mengevaluasi kinerja anak/ cabang perusahaan mancanegara.
4.
Menghindarkan pengendalian devisa.
5.
Mengontrol kredibilitas asosiasi.
6.
Mengurangi resiko moneter
7.
Mengatur arus kas anak/cabang perusahaan yang memadai,
8.
Membina hubungan baik dengan administrasi setempat
9.
Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk
10.
Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah
C.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penetapan
Transfer Pricing
Penetapan
harga transfer merupakan sumber yang cukup baru. Ketika perusahaan
berkembang
secara internasional, masalah penetapan harga pengiriman langsung menjadi
masalah
yang lebih serius. Diperkirakan bahwa 60% dari semua perdagangan internasional
terdiri
atas pengiriman antar entitas-entitas bisnis yang terkait. Transaksi antar
negara juga
menghadapkan perusahaan
multinasional pada pengaruh-pengaruh lingkungan
yang
menciptakan dan
menghancurkan peluang untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan
dengan penetapan
harga pengiriman. Berikut
adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi
perusahaan
dengan penetapan harga transfer:
1.
Pertimbangan-pertimbangan pajak
Jika
tidak ditiadakan oleh undang-undang, keuntungan perusahaan bisa ditingkatkan
dengan menetapkan
harga pengiriman untuk
memindahkan keuntungan dari anak
perusahaan
yang berlokasi di negara-negara berpajak tinggi ke anak perusahaan yang
berlokasi
di negara-negara berpajak rendah.
2.
Perhitungan tarif
Tarif
barang-barang impor juga mempengaruhi kebijakan penetapan harga transfer
perusahaan multinasional. Sebagai
contoh sebuah perusahaan
mengekspor barang
kepada
cabang perusahaannya yang berdomisili disebuah negara bertarif tinggi bisa
mengurangi
tarifnya dengan menekan harga barang dagangan yang dikirim kesana.
Sebagai tambahan
untuk semua kaitan
ini, perusahaan multinasional harus
memperhitungkan biaya
dan keuntungan tambahan,
ekternal dan internal.
Secara
ekternal, MNC memiliki otoritas perpajakan
yang bertentangan dengan kebiasaan
resmi
negara-negara impor dan administrator pajak penghasilan dari negara ekspor dan
impor.
Tarif yang lebih tinggi dibayar oleh importer yang menurunkan pajak dasar
untuk
pajak penghasilan. Secara internal, perusahaan harus mengevaluasi keuntungan
dari
pajak penghasilan yang lebih rendah (lebih tinggi) di negara impor terhadap
kegiatan
impor yang lebih tinggi (lebih rendah),
sebagaimana besar (kecil) pajak
penghasilan
yang dibayarkan oleh perusahaan dinegara ekspor.
3.
Faktor-faktor kompetitif
Untuk
memfasilitasi pendirian cabang perusahaan diluar negeri, perusahaan induk bisa
mendukung cabang
perusahaan dengan memakai
faktur pada harga
yang sangat
rendah.
Semua harga cabang perusahaan ini bisa dihilangkan secara berkala ketika
cabang
perusahaan memperkuat posisinya dipasar luar negeri. Sama halnya, harga
transfer
yang rendah bisa digunakan untuk membentengi usaha yang ada dari dampak
persaingan asing
dipasar local atau
pasar lainnya dengan
kata lain profit
yang
diperoleh dari
suatu negara dapat
menyokong penetrasi kepasar
lain. Dampak
persaingan
secara tidak langsung juga dapat terjadi. Untuk memperbaiki akses cabang
perusahaan
luar negeri dengan pasar modal, ketetapan harga transfer rendah untuk
input dan
ketetapan harga transfer
tinggi untuk output
bisa menyokong laporan
pendapatan
dan posisi keuangannya. Kadang-kadang, harga transfer dapat digunakan
untuk
melemahkan cabang perusahaan pesaing.
4.
Resiko lingkungan
Mengingat perhitungan
persaingan diluar negeri
mungkin menuntut beban
biaya
transfer
yang rendah untuk cabang perusahaan diluar negeri, resiko dari inflasi harga
tinggi
mungkin sebaliknya. Inflasi mengikis daya beli kas perusahaan. Harga transfer
barang yang
lebih tinggi untuk
barang atau jasa
membuat cabang perusahaan
berhadapan
dengan inflasi tinggi yang bisa menghanguskan semua kas yang ada dari
cabang
perusahaan.
5.
Perhitungan Penilaian Performa
Kebijakan
penetapan harga juga dipengaruhi oleh dampak mereka dalam tindakan
managerial
dan sering menjadi penentu utama performa perusahaan. Sebagai contoh,
jika
misi cabang perusahaan luar negeri adalah untuk menyediakan persediaan untuk
sistem
perusahaan yang tersisa, harga transfer yang tepat memungkinkan manajemen
perusahaan memberikan
cabang perusahaan sebuah
arus pendapatan yang
dapat
digunakan
dalam perbandingan performa. Akan tetapi, hal ini sulit bagi perusahaan
terdesentralisasi untuk
menetapkan harga transfer
antar perusahaan yang
(1)
mendorong
manager untuk mengambil keputusan yang memaksimalkan keuntungan
dan
sesuai dengan target umum perusahaan dan (2) member dasar yang cukup untuk
menilai
performa manager dan perusahaan.
6.
Kontribusi akuntansi
Manajemen
akuntan bisa berperan signifikan dalam mengukur sasaran dalam strategi
penetapan
harga
transfer.
Rintangannya
adalah
menjaga
perspektif
global
ketika
memetakan
keuntungan
dan
biaya
yang
sesuai
dengan keputusan
harga
transfer.
Pertama
yang terjadi adalah dampaknya pada keputusan dalam sistem perusahaan.
Mengukur
sejumlah kesepakatan adalah sulit karena pengaruh lingkungan yang harus
diperhitungkan
secara kelompok, tidak secara individu.
D.
Metode Penentuan Transfer Pricing
Menurut
Salsalina (2012) ada beberapa metode dalam penentuan transfer pricing
antara
lain:
1.
Comparable Uncontrolled Price Method (CUPM)
Metode
perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled
price)
atau disingkat CUPM adalah metode penentuan harga transfer yang dilakukan
dengan
membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
mempunyai
hubungan istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak
yang tidak mempunyai hubungan istimewa dalam kondisi atau keadaan
yang
sebanding. Kondisi yang tepat untuk menggunakan CUPM ini adalah :
•
Barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam
kondisi
yang
sebanding; atau
•
Kondisi transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa
dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik atau
memiliki
tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang
akurat
untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.
Apabila
tak ada kondisi di atas yang sesuai, maka CUPM tidak dapat digunakan dan
Wajib
Pajak harus menggunakan metode lainnya yang sesuai.
2.
Cost-Plus Method (CPM)
Harga
pasar wajar ditentukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang
diperoleh
yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa
atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi
sebanding
dengan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa pada harga pokok
penjualan
yang telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Kondisi
yang
tepat untuk menggunakan CPM adalah:
•
Barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa;
•
Terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility
agreement)
atau
kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara
pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
•
Bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
Apabila
tak ada kondisi di atas yang sesuai, maka metode CPM tidak dapat digunakan
dan
Wajib Pajak harus menggunakan metode lainnya yang sesuai.
3.
Resale Price Method (RPM)
Metode
harga penjualan kembali (resale price
method) atau disingkat RPM adalah
metode
penentuan harga transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam
transaksi
suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa
dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar,
yang
mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut
kepada
pihak lain yang tidak mempunyai hubungan istimewa atau penjualan kembali
produk
yang dilakukan dalam kondisi wajar.
Kondisi
yang tepat untuk menggunakan metode ini adalah :
•
Tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi
antara
Wajib
Pajak
yang
mempunyai
Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak
mempunyai
Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasil
analisis
fungsi, meskipun barang/jasa yang diperjualbelikan berbeda dan
•
Pihak penjual kembali (reseller) tidak
memberikan nilai tambah yang signifikan atas
barang
atau jasa yang diperjualbelikan.
2.
Metode Transactional Profit:
1.
Profit Split
•
Metode ini digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.
•
Laba
dari
transaksi
antara
pihak-pihak
yang
memiliki
hubungan
istimewa
dapat
diketahui
dengan
cara
melakukan
analisis
fungsi
atas
kegiatan
usaha
yang
dilakukannya.
2.
Transactional Net Margin Method (TNMM)
•
Metode ini juga digunakan apabila data pembanding tidak cukup lengkap.
•
Membandingkan laba bersih dengan Harga Pokok Penjualan (HPP), Penjualan atau
aktiva
yang dipergunakan untuk menghasilkan laba bersih tersebut, setelah itu laba
bersih
atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
3.
Metode Lainnya: OECD Guidelines tidak memperkenankan metode lainnya untuk
menentukan
harga pasar wajar karena metode ini tidak mencerminkan harga pasar wajar yang
sesungguhnya.
Metode ini terdiri dari global split method dan juga formulary apportionment
method.
KESIMPULAN
1. Transfer Pricing didefinisikan
sebagai harga yang ditentukan oleh satu bagian dari
sebuah organisasi atas penyerahan barang atau jasa yang
dilakukannya kepada bagian
lain dari organisasi yang sama. Transfer pricing dapat juga
diartikan sebagai nilai atau
harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar
divisional untuk mencatat
pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya
divisi pembeli (buying division).
Dilihat dari
aspek perpajakan,
pengertian transfer pricing
adalah harga yang
dibebankan oleh suatu perusahaan atas barang,
jasa,
harta
tak
berwujud
kepada
perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
2. Tujuan penetapan harga transfer
adalah untuk mentransmisikan data keuangan
di
antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan
pada waktu mereka saling
menggunakan
barang dan jasa satu sama lain. Selain itu transfer pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi
kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual
dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi
dengan tujuan perusahaan
secara keseluruhan. Namun dalam praktik,
seringkali
ditemukan
transaksi
antar
anggota perusahaan multinasional yang tidak luput dari
rekayasa transfer pricing.
3. Untuk mencegah praktik penghindaran pajak karena
penentuan harga tidak wajar (non
arm's length price), maka Dirjen Pajak menetapkan pedoman
penentuan harga transfer
yang membahas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha (arm’s length
principles) terkait transaksi antara wajib pajak dengan
pihak yang memiliki hubungan
istimewa. Aturan ini mengharuskan wajib pajak untuk
menggunakan nilai pasar wajar
dalam
bertransaksi dengan pihak berelasi (related parties).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar